Sambil menyiapkan pekerjaan yang saya lakukan, saya menyaksikan sebuah dialog yang ditayangkan oleh Metro tv pada Rabu Malam setelah acara Berita Pilihan Anda. Judul pada dialog ini "Belajar dari PLTN Fukushima, Jepang". Dalam dialog ini Metro tv mengundang tiga narasumber yang secara rinci saya tak sempat mencermati identitasnya. Jelasnya, satu orang dari pejabat yang ada kaitannya dengan rencana Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), satu orang lagi kalau saya tidak keliru seorang pengamat kelistrikan, dan orang yang ketiga adalah seorang ahli nuklir.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa pada Jum'at siang, 11 Maret 2011 telah terjadi gempa hebat yang terjadi di Jepang. Gempa dengan magnitudo 8,9 Skala Richter (ada pula yg menyebutkan 8,8SR) memicu terjadinya tsunami. Gempa dan tsunami ini kemudian menimbulkan dampak kerusakan hebat, di antaranya meledaknya reaktor nuklir di PLTN Fukushima, Jepang. Paling tidak pada radius 20km dari PLTN tersebut harus dikosongkan dari berbagai aktifitas penduduk. Beberapa orang diberitakan telah terkena radiasi akibat ledakan PLTN tersebut.
"Belajar dari PLTN Fukushima tersebut, apakah Indonesia tetap merencanakan membangun PLTN untuk menyuplai kebutuhan akan energi listrik yang semakin meningkat?". Demikian lebih kurang pertanyaan yang diajukan oleh pembawa acara kepada seorang narasumber dari PLTN. Intinya pejabat tersebut menyatakan bahwa pembangunan PLTN di Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi mengingat masih banyak wilayah di Indonesia yang belum terlayani. Pernyataan ini didukung oleh salah seorang narasumber lainnya. Walaupun pembawa acara menegaskan apakah tidak khawatir terjadi hal yang sama seperti di Jepang mengingat Indonesia termasuk ring of fire, juga tentang penggunaan bahan bakar batubara dan gas, ataupun potensi-potensi lain; kedua narasumber tadi tetap ngotot bahwa keberadaan PLTN sangat diperlukan di Indonesia. Dalam pembicaraan itu disinggung pula bahwa bahan baku untuk PLTN tersebut harus diimpor.
Berbeda dengan kedua narasumber tersebut, seorang narasumber yang berlatar belakang sebagai ahli nuklir justru tidak sependapat. Beliau lebih memilih tidak menggunakan PLTN untuk memasok kebutuhan energi listrik di Indonesia, sebab dampaknya sangat besar bagi penduduk dan lingkungan itu sendiri. Kemudian ahli nuklir tersebut mengatakan bahwa Amerika Serikat telah meninggalkan penggunaan nuklir dalam penyediaan energi listrik.
Saya sebagai seoran awam hanya bisa bertanya-tanya. Walaupun kita tahu dan mengalami listrik kita akhir-akhir ini kadang-kadang 'byar-pet', namun apakah sebegitu gawatnya krisis listrik ini hingga pembangunan PLTN tersebut menjadi pilihan tunggal? Mengapa tidak menggunakan potensi sumberdaya alam lainnya yang nyata-nyata melimpah-ruah di Indonesia dan dampaknya lebih kecil? Kalau penggunaan batubara dan gas dalam penyediaan energi listrik berdampak terhadap emisi gas CO2 yang memicu terjadinya efek rumah kaca, mengapa tidak dilirik pemanfaatan gelombang laut untuk pembangkit listrik, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang wilayah terluasnya adalah laut, yakni sekitar 70% dari seluruh luas wilayahnya? Padahal UGM juga pernah mencobanya. Bahkan konon sebagian dari kebutuhan energi listrik di Amerika Serikat dipasok dari penggunaan gelombang laut untuk pembangkit listrik. Apa juga tidak dicoba penggunaan sinar Matahari yang nyata-nyata melimpah di negeri tropis ini? Mengapa juga bukan menciptakan energi listrik dari tenaga angin? Mengapa pula tidak memaksimalkan penggunaan panas Bumi (geothermal) dalam pengadaan energi listrik itu?Belum lagi kalau mau memaksimalkan pernggunaan air terjun (batubara putih). Apakah kita begitu latahnya mengikuti negara-negara lain yang sebenarnya negara tersebut telah meninggalkannya? Apakah kita sudah lupa dengan peristiwa kebocoran reaktor nuklir di Chernobyl, Rusia. Jangan sampai tujuan mulia untuk mensejahterakan rakyat itu justru berbalik menjadi malapetaka bagi kita semua. Kita harus lebih arif untuk tetap memilih dampak negatif yang sekecil-kecilnya, Ingatlah perbuatan sekecil atom pun nanti di akhirat akan dimitai pertanggungjawabannya. Dengan semangat yang menyala-nyala, listrik harus tetap menyala tanpa harus menyalahi sunatullah.
Browse » Home »
Serba-serbi
» Dialog tentang PLTN
Wednesday, March 16, 2011 | Wednesday, March 16, 2011 | 0 Comments
Dialog tentang PLTN
Laman
* username: your AddThis username
0 comments:
Post a Comment